PEKANBARU, TRIBUN – Dedi Afandi, dosen Fakultas Kedokteran Universitas Riau, menjadi orang pertama di Indonesia yang mendapatkan gelar di bidang bioetika. Belum lama ini, ia menyelesaikan studi S3 bidang bioetika itu di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Saat berbincang dengan Tribun, Jumat (30/7) pagi, Dedi mengatakan, bidang ilmu bioetika termasuk bidang ilmu yang baru.
Menurutnya, bioetika merupakan perpaduan antara ilmu kedokteran dan ilmu filsafat. Dikatakan, saat ini hanya program doktoral bioetika itu hanya ada di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. “Mahasiswa gelombang pertama di program doktoral itu ada lima orang. Salah satunya saya. Sedang yang satu orang lagi mundur, serta yang dua orang lagi masih belum selesai studi,” kata Dedi.
Dikatakan Dedi, bioetika berangkat dari pandangan miring masyarakat terhadap profesi dokter. Hal itu menurutnya pentingnya ada kajian terhadap etika dokter. Dalam studi yang dilaluinya, ia mengatakan, memandang perlunya merubah beberapa poin di dalam kode etik kedokteran. Hal itu disebabkan karena ia memandang beberapa isi kode etik itu sudah tidak sesuai dengan tuntutan masyarakat.
Pakar forensik RUSD Arifin Ahmad ini mencontohkan kasus informasi mengenai penyakit yang diderita mantan presiden Soeharto dulu. Menurutnya, sebenarnya penyakit yang diderita seseorang adalah rahasia medis, yang bagi dokter harus dijaganya sampai mati. Namun pada kenyataannya, lanjut Dedi, pada waktu itu penyakit Soeharto diungkapkan ke publik. Menurutnya hal itu karena memang publik menginginkan itu.
Jadi menurutnya, ada beberapa pengecualian yang harus dibuat rumusannya dalam menyikapi kode etik kedokteran itu. Dengan pembahasan mengenai kode etik itu, pengurus Ikatan Dokter Wilayah Riau dan Daerah Pekanbaru ini menamatkan pendidikan di bidang bioetika. Pada penelitiannya, ia menggunakan metode kualitatif, kuantitaif, serta kajian filosofis. (hnk)
http://www.tribunpekanbaru.com/read/artikel/22657